Rabu, 12 Agustus 2015

Serba-serbi Liturgi : Perarakan


Liturgi adalah karunia Allah. Dalam Liturgi Ilahi, Gereja mengambil bagian dalam pengenangan kisah keselamatan seluruh ciptaan. Dalam Misa Kudus, Allah hadir secara nyata dan menyapa manusia. Dalam Misa Kudus, Allah menyatakan luapan cinta-Nya kepada manusia dan melalui Liturgi Suci, Gereja berupaya membalas ungkapan cinta kasih ini.



Pembahasan perihal Liturgi Kudus tidak akan pernah berakhir sebagaimana cinta Allah kepada manusia yang tiada batas. Liturgi Kudus sejatinya adalah pernyataan ungkapan cinta manusia kepada Allah yang telah berkenan mengutus Putera-Nya yang kudus ke dunia. Dalam Liturgi Ilahi, Allah hadir dan manusia menyapa Allah dengan penuh kasih mesra. Melalui Liturgi, Gereja universal bersatu untuk mengucap syukur kepada Allah atas segala penyertaan-Nya. Melalui Liturgi, Gereja mempersembahkan kurban yang satu, kudus, dan esa kepada Allah yakni Putera-Nya sendiri. Atas dasar ini pulalah, Liturgi bukanlah hal yang bisa dengan semaunya diubah oleh segelintir orang atau pihak. Liturgi adalah bagian dari persembahan Ilahi itu sendiri, penghubung antara Allah dan manusia. Sebagaimana manusia jatuh ke dalam dosa karena satu orang saja, demikian pula keselamatan turun kepada manusia karena Putera Allah sendiri. Persembahan yang satu dipersembahkan oleh seluruh Gereja. Gereja tidak mempersembahkan kurban yang berbeda-beda dari satu tempat dengan yang lain. Gereja hadir sebagai umat Allah, membawa persembahan ke altar yang suci, dan mempersembahkan diri kita sendiri. Sebagaimana Allah adalah satu, maka sebaiknya pula kita adalah satu.


Tulisan ini pertama-tama saya publikasikan atas keprihatinan saya akan kondisi-kondisi di beberapa paroki. Umat beriman, baik yang tertahbis maupun tidak, acapkali merasa layak untuk melakukan modifikasi liturgi seturut yang mereka kehendaki. Atas modifikasi yang mereka lakukan, mungkin mereka merasakan itu jauh lebih baik. Namun, kita tidak menyadari bahwa dengan sedikit modifikasi saja, kita telah menodai kurban yang satu dan luhur: Ekaristi. Gereja tidak lagi hadir sebagai satu identitas universal, tetapi ragam kelompok. Lebih jauh lagi, seringkali modifikasi yang kita hadirkan hanya berdasarkan pertimbangan suka atau tidak suka, baik atau buruk. Sedangkan, sejatinya Liturgi Kudus dan seluruh aspek yang terkandung dalamnya adalah wujud dari Sabda Kristus sendiri dan perjalanan iman Gereja. Liturgi yang sebenarnya adalah liturgi yang benar, baik, dan indah.

Jadi, sebenarnya apa yang dimaksud dengan liturgi yang benar, baik, dan indah?
Sebelum kita bertolak kepada hal - hal yang harus kita lakukan untuk mencerminkan liturgi yang benar, baik, dan indah, pertama - tama kita harus memahami secara mendalam perihal makna aspek liturgi tertentu. Perkenankan saya kali ini untuk memulai dengan bagian awal dari setiap Kurban Misa: perarakan.

Perarakan

Melalui Sakramen Pembaptisan, setiap umat beriman Katolik diangkat menjadi anak-anak Allah. Kita hidup tidak lagi sebagai hamba yang hanya bisa menerima segala yang ditetapkan bagi kita, tetapi kita hidup sebagai anak-anak Allah yang dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah. Dengan diangkatnya kita menjadi anak-anak Allah, kita mendapatkan kesempatan mulia untuk duduk sejajar dengan Allah dalam perjamuan-Nya. Kita tidak lagi duduk sebagai budak, namun sebagai anak-anak yang telah memperoleh kepenuhan dalam Allah dan cinta kasih-Nya. Kita diajak untuk mengambil bagian aktif dalam Kurban Misa dan bersatu dengan Allah sendiri, karena kita adalah anak-anak-Nya, bukan lagi budak.
Misa Kudus di lain pihak adalah suatu perjamuan surgawi. Dalam Misa Kudus, Allah hadir dan mengundang umat-Nya untuk turut serta. Kehadiran Allah dalam Misa ditandai dengan perarakan masuk imam dan para petugas liturgi. Dalam Misa, imam bukanlah lagi seorang manusia yang terikat dengan kemanusiaannya, melainkan in persona Christi atau pribadi Kristus yang lain. Ia hadir bukan lagi atas nama dirinya pribadi, tetapi sebagai perwakilan Kristus yang hidup. Oleh karena itu, sikap yang tepat pada saat perarakan adalah:

1. Berdiri
    Dengan berdiri, kita menunjukkan rasa gembira akan hadirnya Allah dalam pribadi setiap imam
dalam Misa Kudus. Kegembiraan kita adalah luapan rasa syukur kita atas berkenannya Allah mengundang kita terlepas atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan selama hidup, Allah tetap menyatakan cinta kasihnya kepada kita. Sambil kita menyambut Allah, kita turut pula menyatakan kesigapan kita untuk mengambil bagian dalam Kurban Misa. Kita menyatakan kesediaan, rasa syukur, dan sukacita kita kepada Allah dan kesediaan kita untuk makan dan minum dari satu meja perjamuan Allah.

2. Menundukkan kepala
    Sikap menundukkan kepala mungkin belum menjadi sikap yang jamak dalam seluruh komunitas in persona Christi, terutama apabila yang merayakan Kurban Misa adalah uskup yang secara nyata adalah pengganti dari kolegialitas para rasul sendiri. Dengan menundukkan kepala pada saat imam atau uskup berjalan melewati kita, kita menyadari bahwa kita sebenarnya tidak pantas mengambil bagian dalam Kurban Misa, namun semata-mata atas izin dan karunia Allah, kita diundang untuk mengambil bagian dalam Kurban Misa yang satu dan kudus itu. Dengan menundukkan kepala, kita juga memohonkan rahmat Allah atas diri kita setelah kita menyesal akan dosa-dosa dan ketidaksempurnaan kita di hadapan Allah. Terlebih lagi, pada saat uskup yang mempersembahkan Misa Kudus, ritus perarakan dianjurkan menjadi saat bagi beliau untuk memberikan berkat Apostoliknya. Dengan menundukkan kepala, kita sekali lagi mengakui keberdosaan kita dan mengundang Allah untuk menyucikan hidup kita. Berkat Allah yang kita terima diharapkan menjadi satu dengan kehidupan kita. Kita adalah manusia berdosa, sedangkan Allah adalah satu-satunya kesempurnaan itu sendiri. Oleh karena itu, layaklah kita menundukkan kepala.
Katolik dan tidak secara eksplisit ditunjukkan dalam rubrik-rubrik liturgi. Namun, sikap ini mencerminkan penghormatan yang lebih mendalam akan pribadi imam dalam setiap Misa Kudus sebagai, sekali lagi,


Ritus perarakan seringkali dianggap sebagai ritus yang kurang penting dibandingkan dengan ritus-ritus yang lain dalam Misa Kudus. Anggapan ini kurang tepat karena setiap ritus dalam Ekaristi memiliki perannya masing-masing yang tanpa ritus tersebut, Misa Kudus kehilangan maknanya sendiri. Ritus perarakan adalah tanda mula kehadiran Allah dalam Misa. Dengan bertindak yang sepantasnya dan memberikan penghormatan yang layak, kita bertindak membalas cinta Allah kepada kita. Dengan tindakan-tindakan sederhana seperti berdiri dan menundukkan kepala, kita menghaturkan rasa syukur di tengah keberdosaan kita meskipun Allah telah mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Secara lebih mendalam ritus perarakan dapat dianggap sebagai pemaknaan dari tuntutan hidup sebagai seorang Kristiani. Kita diajak untuk berjalan bersama Allah menuju Kerajaan Surgawi tempat Kristus sendiri telah menyiapkan tempat bagi kita. Kesediaan, hormat, dan rasa syukur kepada Allah menjadi kunci menjadikan Allah bagian dari hidup kita.

Perarakan menghadirkan suasana surgawi ke dalam dunia. Kehadiran Allah dengan para malaikat-Nya diwakili dengan perarakan imam dan para petugas liturgi. Marilah kita kini mulai menghidupi tindakan yang baik dalam menyambut Allah dalam Misa Kudus yang kita hadiri. 

Semoga dengan tulisan ini, kita mampu menghayati Misa Kudus secara lebih baik, bukan sekadar bertindak tanpa mengetahui makna tindakan yang kita lakukan.


Totus Tuus, Maria
Unknown Totus Tuus Maria

Tuhan beserta Anda sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar